Filioque
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Filioque dalam bahasa Latin berarti keluar dari Sang Anak. Kata ini menjadi bagian dari Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel atau Doa Syahadat Nicea yang lengkapnya berbunyi "Aku percaya kepada Roh Kudus, Tuhan yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak".
Versi ini muncul di Gereja Barat yang berpusat di Roma, namun versi yang beredar di kalangan Gereja Timur (yang berpusat di Konstantinopel) tidak memuat kata "keluar dari ... Sang Anak".
Gereja-gereja Timur berkeberatan atas versi Barat, karena menurut pemahaman mereka, kedudukan Roh Kudus menjadi lebih rendah daripada kedudukan Allah Anak (Yesus Kristus), sementara apabila dikatakan bahwa Roh Kudus itu keluar dari Sang Bapa semata, maka kedudukannya dengan Allah Anak menjadi setara.
Gereja Barat dilain pihak menekankan pada persekutuan kodrati antara Bapa dan Putera. Menurut tata aturan abadi antara Pribadi-pribadi ilahi dalam persekutuan kodrati-Nya, Bapa adalah pangkal pertama bagi Roh, sebagai pangkal tanpa pangkal, tetapi juga sebagai Bapa dari Putera yang tunggal bersama dengan Dia pangkal yang satu itu darinya Roh Kudus berasal. Apabila pandangan yang sah dan saling melengkapi ini tidak ditegaskan secara berat sebelah, maka identitas iman akan kenyataan satu misteri yang diakui dalam iman, tidak dirugikan.
Latar belakang penambahan Filioque itu sendiri dilatarbelakangi oleh perkembangan sejarah Gereja di Barat ketika menghadapi sisa-sisa pengikut Arianisme, yakni bidaah yang menolak keallahan Yesus Kristus. Dengan penambahan filioque itu, kesamaan hakikat keallahan Yesus ditegaskan. Jadi, jika benar hal ini yang menjadi latar belakang penambahan kata filioque dalam credo (syahadat) Nikea-Konstantinopel itu, maka penambahan itu sejak semula tidak dimaksudkan untuk menyerang Timur.
Protes keberatan Gereja-gereja Timur dianggap kurang beralasan oleh Gereja Barat, sehingga pada tahun 1054 terjadilah skisma besar, yaitu perpecahan yang menghasilkan Gereja Katolik Roma (Gereja Barat) dan Gereja Ortodoks [Timur] (Gereja Timur). Keduanya mengeluarkan surat keputusan ekskomunikasi (pengucilan) satu sama lain. Baru pada acara penutupan Konsili Vatikan II (1965), surat keputusan ekskomunikasi (pengucilan) yang dibuat oleh masing-masing pihak sama-sama dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Namun demikian, perdebatan teologis mengenai kata filioque antara Gereja Barat (Katolik Roma) dan Timur (Orthodox) belum juga selesai. Gereja Barat sebenarnya tak pernah memandang penambahan filioque itu sebagai usaha untuk mengurangi makna identitas Bapa sebagai satu-satunya sumber dan asal-usul, justru sebaliknya dianggap sebagai penegasan posisi ajaran Gereja dalam menghadapi sisa-sisa pengikut ajaraan bidaah Arianisme. Panambahan filioque bukanlah penambahan isi wahyu Perjanjian Baru. Filioque merupakan interpretasi yang iangin mengungkapkan bahwa Roh adalah Roh Yesus Kristus (Rom 8:9; Flp 1:19), Roh Tuhan (2Kor 3:17); dan Roh Anak (Gal 4:6). Roh Kudus bukanlah semacam roh rekaan atau pujaan, melainkan Roh yang harus dilihat dan dimengerti menurut pribadi dan karya Yesus Kristus. Hal ini sebenarnya juga menjadi keyakinan iman Gereja Timur.
Pada hakikatnya, Gereja Barat dan Timur memiliki iman yang satu dan sama, hanya saja keduanya memiliki rumusan yang berbeda karena konteks sejarah yang berbeda.

