Adityawarman
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Adityawarman adalah pendiri Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat pada tahun 1347, dan ia adalah seorang panglima Kerajaan Majapahit yang berdarah Melayu. Ia adalah anak dari Adwaya Brahman atau Mahesa Anabrang, seorang senapati Kerajaan Singasari yang diutus dalam Ekspedisi Pamalayu; dan Dara Jingga, seorang puteri dari raja Sri Tribhuwanaraja Mauliwarmadewa dari Kerajaan Dharmasraya.
Dalam beberapa babad di Jawa dan Bali, Adityawarman juga dikenal dengan nama Arya Damar; dan merupakan sepupu sedarah dari pihak ibu dengan raja Majapahit kedua, yaitu Sri Jayanegara atau Raden Kala Gemet.
Daftar isi |
[sunting] Masa awal
Kitab Pararaton menyebutkan bahwa Raden Wijaya memperistri seorang putri Sumatera bernama Dara Petak dan memiliki anak yang bernama Kalagemet. Seorang kerabat raja bergelar "dewa" (bangsawan) memperistri putri lainnya bernama Dara Jingga, dan memiliki anak yang bernama "Tuhan Janaka"[1], yang lebih dikenal sebagai Adityawarman.
Nama Adityawarman sendiri berasal dari kata bahasa Sansekerta, yang artinya kurang lebih ialah "Yang berperisai matahari" (adhitya: matahari, varman: perisai).
Diperkirakan bahwa Adityawarman kemudian dibesarkan di lingkungan istana Majapahit, yang kemudian membuatnya memainkan peranan penting dalam politik dan ekspansi Majapahit. Hal ini antara lain terlihat bahwa setelah dewasa, ia diangkat menjadi Wrddhamantri atau menteri senior, bergelar "Arrya Dewaraja Pu Aditya". Demikian pula dengan adanya prasasti pada Candi Jago di Malang (bertarikh 1265 Saka atau 1343 M), yang menyebutkan bahwa Adityawarman menempatkan arca Maňjuçrī (salah satu sosok bodhisattva) di tempat pendarmaan Jina (Buddha) dan membangun candi Buddha di Bumi Jawa untuk menghormati orang tua dan para kerabatnya.[2]
[sunting] Adityawarman di Bali
Adityawarman turut serta dalam ekspansi Majapahit ke Bali pada tahun 1343 yang dipimpin oleh Gajah Mada. Dalam catatan Babad Arya Tabanan, disebutkan bahwa Gajah Mada dibantu seorang ksatria keturunan Kediri bernama Arya Damar,[3] yang merupakan nama alias Adityawarman. Diceritakan bahwa ia dan saudara-saudaranya membantu Gajah Mada memimpin pasukan-pasukan Majapahit untuk menyerbu Pejeng, Gianyar, yang merupakan pusat Kerajaan Bedahulu, dari berbagai penjuru. Kerajaan Bedahulu adalah kerajaan kuno yang berdiri sejak abad ke-8 sampai abad ke-14 di pulau Bali, dan diperintah oleh raja-raja keturunan dinasti Warmadewa.
Pertempuran yang terjadi berakhir dengan kekalahan Bedahulu, dan patih Bedahulu Kebo Iwa gugur sementara raja Sri Astasura Ratna Bumi Banten pergi mengasingkan diri. Setelah Bali berhasil ditaklukan, Arya Damar kembali ke Majapahit dan diangkat menjadi raja di Palembang. Sebagian saudara-saudara Arya Damar ada yang menetap di Bali, dan di kemudian hari salah seorang keturunannya mendirikan Kerajaan Badung di Denpasar.
[sunting] Adityawarman di Sumatera
Dalam rangka melakukan politik ekspansi di tanah Melayu, Adityawarman diberi tanggung jawab sebagai wakil (uparaja) Kerajaan Majapahit. Oleh karena itu ia kembali ke Sumatra, mendirikan kembali Kerajaan Melayu Jambi, menaklukan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya, dan akhirnya juga mendirikan Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat. Sepeninggalannya, kekuasaan Adityawarman di Pagaruyung diteruskan oleh anaknya yang bernama Ananggawarman.
Keturunan Adityawarman dan Ananggawarman selanjutnya agaknya bukanlah raja-raja yang kuat. Pemerintahan kemudian digantikan oleh orang Minangkabau sendiri yaitu Rajo Tigo Selo, yang dibantu oleh Basa Ampat Balai. Daerah-daerah Siak, Kampar dan Indragiri kemudian lepas dan ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Kesultanan Aceh [4], dan kemudian menjadi negara-negara merdeka.
[sunting] Agama
Adityawarman diperkirakan penganut yang taat dari agama sinkretis Buddha Tantrayana dan Hindu Siwa, sebagaimana yang banyak dianut oleh para bangsawan Singhasari dan Majapahit. Ia diperlambangkan dengan arca Bhairawa Amoghapasa. Selama masa pemerintahannya di Pagaruyung, Adityawarman banyak mendirikan biaro (bahasa Minang, artinya vihara) dan candi sebagai tempat pemujaan Dewa Yang Agung. Sampai sekarang, masih dikenal nama tempat Parhyangan yang kemudian berubah tutur menjadi Pariangan, yaitu di Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat.
[sunting] Referensi
- ^ Mangkudimedja, R.M., Serat Pararaton. Alih aksara dan alih bahasa Hardjana HP. Jakarta, Departemen P dan K, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1979.
- ^ Brandes, J.L.A., Beschrijving van de ruïne bij de desa Toempang, genaamd Tjandi Djago in de Residentie Pasoeroean. 's-Gravenhage-Batavia, Nijhoff/Albrecht, 1904.
- ^ Darta, A.A. Gde, A.A. Gde Geriya, A.A. Gde Alit Geria. Babad Arya Tabanan dan Ratu Tabanan. Denpasar: Upada Sastra, 1996.
- ^ Cheah Boon Kheng, Abdul Rahman Haji Ismail (1998). Sejarah Melayu. the Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society.
| Artikel mengenai biografi tokoh Indonesia ini adalah suatu tulisan rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia mengembangkannya. |

