Diabetes mellitus
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
|
Pihak Wikipedia Indonesia tidak dapat bertanggung jawab dan tidak bisa menjamin |
|
Artikel ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa Inggris. |
Diabetes mellitus (dari kata Yunani διαβαίνειν, diabaínein, "tembus" atau "pancuran air", dan kata Latin mellitus, "rasa manis"[1]) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglisemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Semua jenis diabetes mellitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglisemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka-lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya produksi insulin (diabetes mellitus tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang juga disebabkan oleh resistansi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan.
Pemahaman dan partisipasi pasien sangat penting karena tingkat glukosa darah berubah terus, karena kesuksesan menjaga gula darah dalam batasan normal dapat mencegah terjadinya komplikasi diabetes. Faktor lainnya yang dapat mengurangi komplikasi adalah: berhenti merokok, mengoptimalkan kadar kolesterol, menjaga berat tubuh yang stabil, mengontrol tekanan darah tinggi, dan melakukan olah raga teratur.
Daftar isi |
[sunting] Jenis-jenis
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu tipe 1, tipe 2, dan diabetes gestasional (terjadi selama kehamilan) [2].
[sunting] Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 — dulu disebut insulin-dependent diabetes (IDDM, "diabetes yang bergantung pada insulin"), atau diabetes anak-anak, dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.
Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis can develop and coma or death will result. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Apart from the common subcutaneous injections, it is also possible to deliver insulin by an pump, which allows continuous infusion of insulin 24 hours a day at preset levels and the ability to program doses (a bolus) of insulin as needed at meal times. It is also possible to deliver insulin with an inhaled powder.
Type 1 treatment must be continued indefinitely. Treatment does not impair normal activities, jika kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. The average glucose level for the type 1 patient should be as close to normal (80–120 mg/dl, 4–6 mmol/l) as possible. Some physicians suggest up to 140–150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) for those having trouble with lower values, such as frequent hypoglycemic events. Values above 200 mg/dl (10 mmol/l) are often accompanied by discomfort and frequent urination leading to dehydration. Values above 300 mg/dl (15 mmol/l) usually require immediate treatment and may lead to ketoacidosis. Low levels of blood glucose, called hypoglycemia, may lead to seizures or episodes of unconsciousness.
[sunting] Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes mellitus tipe 2 — dulu disebut non-insulin-dependent diabetes mellitus (NIDDM, "diabetes yang tidak bergantung pada insulin") — is due to a combination of defective insulin secretion and insulin resistance or reduced insulin sensitivity (defective responsiveness of tissues to insulin), which almost certainly involves the insulin receptor in cell membranes. In the early stage the predominant abnormality is reduced insulin sensitivity, characterized by elevated levels of insulin in the blood. At this stage hyperglycemia can be reversed by a variety of measures and medications that improve insulin sensitivity or reduce glucose production by the liver, but as the disease progresses the impairment of insulin secretion worsens, and therapeutic replacement of insulin often becomes necessary. There are numerous theories as to the exact cause and mechanism for this resistance, but central obesity (fat concentrated around the waist in relation to abdominal organs, not it seems, subcutaneous fat) is known to predispose for insulin resistance, possibly due to its secretion of adipokines (a group of hormones) that impair glucose tolerance. Abdominal fat is especially active hormonally. Obesity is found in approximately 90% of developed world patients diagnosed with type 2 diabetes. Other factors may include aging and family history, although in the last decade it has increasingly begun to affect children and adolescents.
Type 2 diabetes may go unnoticed for years in a patient before diagnosis as visible symptoms are typically mild or non-existent, without ketoacidotic episodes, and can be sporadic. However, severe complications can result from unnoticed type 2 diabetes, including renal failure, vascular disease (including coronary artery disease), vision damage, etc.
Diabetes Tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (biasanya peningkatan), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. These can restore insulin sensitivity, even when the weight loss is modest, for example, around 5 kg (10 to 15 lb), most especially when it is in abdominal fat deposits. The next step, if necessary, is treatment with oral antidiabetic drugs. As insulin production is initially unimpaired, oral medication (often used in combination) can still be used to improve insulin production (e.g., sulfonylureas) and regulate inappropriate release of glucose by the liver (and attenuate insulin resistance to some extent (e.g., metformin), and substantially attenuate insulin resistance (e.g., thiazolidinediones). If these fail, insulin therapy will be necessary to maintain normal or near normal glucose levels. A disciplined regimen of blood glucose checks is recommended in most cases, most particularly and necessarily when taking most of these medications.
[sunting] Diabetes mellitus gestasional
Diabetes mellitus gestasional (gestational diabetes mellitus, GDM) also involves a combination of inadequate insulin secretion and responsiveness, resembling type 2 diabetes in several respects. It develops during pregnancy and may improve or disappear after delivery. Even though it may be transient, gestational diabetes may damage the health of the fetus or mother, and about 20%–50% of women with gestational diabetes develop type 2 diabetes later in life.
Gestational diabetes mellitus (GDM) occurs in about 2%–5% of all pregnancies. It is temporary and fully treatable but, if untreated, may cause problems with the pregnancy, including macrosomia (high birth weight), fetal malformation and congenital heart disease. It requires careful medical supervision during the pregnancy.
Fetal/neonatal risks associated with GDM include congenital anomalies such as cardiac, central nervous system, and skeletal muscle malformations. Increased fetal insulin may inhibit fetal surfactant production and cause respiratory distress syndrome. Hyperbilirubinemia may result from red blood cell destruction. In severe cases, perinatal death may occur, most commonly as a result of poor placental profusion due to vascular impairment. Induction may be indicated with decreased placental function. Cesarean section may be performed if there is marked fetal distress or an increased risk of injury associated with macrosomia, such as shoulder dystocia.
[sunting] Gejala
The classical triad of diabetes symptoms is polyuria (frequent urination), polydipsia (increased thirst and consequent increased fluid intake) and polyphagia (increased appetite). These symptoms may develop quite fast in type 1, particularly in children (weeks or months) but may be subtle or completely absent — as well as developing much more slowly — in type 2. In type 1 there may also be weight loss (despite normal or increased eating) and irreducible fatigue. These symptoms may also manifest in type 2 diabetes in patients whose diabetes is poorly controlled. Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
[sunting] Referensi
- ^ Diabetes mellitus, Wikipedia Bahasa Inggris (per 15 Februari 2007).
- ^ World Health Organization Department of Noncommunicable Disease Surveillance. (1999). Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications. (PDF)
Gejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri).
Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi).
Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi).
Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya ketahanan selama melakukan olah raga. Penderita diabetes yang kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi.
Karena kekurangan insulin yang berat, maka sebelum menjalani pengobatan penderita diabetes tipe I hampir selalu mengalami penurunan berat badan. Sebagian besar penderita diabetes tipe II tidak mengalami penurunan berat badan.
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam.
Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakann atau penyakit yang serius.
Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala-gejala semala beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering berkemih dan sering merasa haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
[sunting] Pranala luar
- (ms)
[http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=135&idktg=11&UID=20070709085325202.73.125.46 Diabetes Mellitus]
- (ms) Penyakit Kencing Manis
- (ms)Panduan singkat mengenai penyakit kencing manis
- (en)World Health Organization fact sheet on diabetes
- (en)World Health Organization — The Diabetes Programme
- (en)International Diabetes Federation
- (en)The Immunology of Diabetes Society
- (en)Juvenile Diabetes Research Foundation
- (en)MedlinePlus Diabetes from the U.S. National Library of Medicine
- (ms)
[http://www.medicastore.com/med/detail_pyk.php?iddtl=135&idktg=11&UID=20070709085325202.73.125.46 Diabetes Mellitus Indonesia]
| Gangguan pada kehamilan |
| Auto immune |
| APS |
| Kelainan genetik |
| Penyakit |
| Chlamydia - Diabetes - Herpes - Rubella (campak jerman) - Toksoplasma - TORCH |
| Lainnya |
| Kehamilan ektopik - Penyakit Rhesus - Pre-eclampsia |

