Bagan Siapi-api
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.
Bagan Siapi-api adalah sebuah kota di Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Indonesia. Kota ini terletak di muara Sungai Rokan, di pesisir paling utara Rokan Hilir, dan merupakan tempat yang sangat strategis. Bagan Siapi-api dapat ditempuh dari segala arah, baik darat maupun laut. Bagan Siapi-api saat ini adalah ibu kota Kabupaten Rokan Hilir. Selain itu, Bagan Siapi-api juga adalah ibu kota Kecamatan Bangko.
Di Bagan Siapi-api ada suatu ritual yang dilakukan orang masyarakat Tionghoa yang sangat terkenal yaitu ritual Bakar Tongkang atau GoCapLak, di mana ritual tersebut diadakan setiap penanggalan Imlek bulan kelima (Go) tanggal ke-16 (CapLak) setiap tahunnya. Ritual tersebut mampu menyedot puluhan ribu wisatawan baik domestik maupun manca negara. Pemda Kabupatan Rohil saat ini gencar mempromosikan potensi wisata tersebut.
Penduduknya berjumlah 31.930 jiwa (2003).
Daftar isi |
[sunting] Kota nelayan
Bagan Siapi-api adalah sebuah kota nelayan yang pada tahun 1980-an pernah tercatat sebagai salah satu daerah penghasil ikan terbesar dan teramai di Indonesia. Selain itu, daerah ini juga pada suatu masa dulu adalah pelabuhan dengan produksi ikan kedua terbanyak di dunia setelah Norwegia[1].
Kejayaan Bagan Siapi-api setidaknya telah dimulai sejak tahun 1886, ketika gelombang orang Tiongkok (sekarang Republik Rakyat Tiongkok) mendatangi daerah ini karena jumlah ikan yang luar biasa banyak. Masa kejayaan Bagan Siapi-api dicapai pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, tepatnya tahun 1930. Saat itu, pelabuhan Bagan Siapi-api yang menghadap langsung ke Selat Malaka menghasilkan ikan sebanyak 300.000 ton per tahun. Namun kejayaan ini tidak bertahan hingga masa kini, setelah mulai meredupnya hasil perikanan sejak tahun 1970-an.
[sunting] Komunitas Tionghoa
Bagan Siapi-api memiliki komunitas Tionghoa yang besar. Menurut sebuah artikel di Detik[2], kota ini dikembangkan oleh mereka. Dari tahun 1894 hingga 1948, kota ini seluruhnya berpenduduk warga Tionghoa. Ketika Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, warga kota ini sempat tidak mengakuinya dan malah mengibarkan bendera Thailand, Tiongkok, dan Belanda[3]. Kemerdekaan Indonesia baru diakui setelah ada pertempuran dengan tentara dari Sumatra Utara.
[sunting] Referensi dan sumber
- ^ "Nelayan Bagansiapiapi Keluhkan Merajalelanya Pukat Harimau" Detikcom, 18 Februari 2005
- ^ "Ribuan Warga Tionghoa Rayakan Chue Kau di Bagansiapiapi", Detikcom, 17 Februari 2005
- ^ "Ribuan Warga Tionghoa Rayakan Chue Kau di Bagansiapiapi", Detikcom, 17 Februari 2005


