Hamengkubuwono VII

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Sri Sultan Hamengkubuwono VII atau Sultan Ngabehi (4 Februari 1839 - 30 Desember 1931) adalah salah seorang raja yang pernah memimpin di Kasultanan Yogyakarta. Pada masa kepemimpinan Hamengkubuwono VII, banyak didirikan pabrik gula di Yogyakarta, seluruhnya berjumlah 17 pabrik. Setiap pendirian pabrik memberikan peluang pada Sultan untuk menerima dana sebesar Rp 200.000,00. Hal ini mengakibatkan Sultan sangat kaya sehingga sering dijuluki Sultan Sugih[rujukan?].

Masa kepemimpinannya juga merupakan masa transisi menuju modernisasi di Yogyakarta. Banyak sekolah modern didirikan dan karenanya putra-putranya diharuskan mengenyam pendidikan modern, bahkan hingga ke negeri Belanda.

Tahun 1920 dalam usia 80 tahun, Sultan turun tahta dan mengangkat putra mahkotanya sebagai penggantinya.

Konon turun tahtanya Hamengkubuwono VII masih dipertanyakan keabsahannya karena putera mahkota yang seharusnya menggantikan Hamengkubuwono VII secara tiba-tiba meninggal dunia dan sampai saat ini belum jelas sebab akibat kematiannya . Dicurigai adanya keterlibatan pihak Belanda yang tidak setuju dengan pengangkatan putera Mahkota pengganti Hamengkubuwono VII yang terkenal selalu menentang aturan-aturan yang dibuat oleh Belanda.

Biasanya dalam pergantian tahta raja kepada putera mahkota menunggu sampai sang raja yang berkuasa meninggal dunia tetapi kali ini berbeda karena pergantian Hamengkubuwono VII ke Hamengkubuwono VIII dilakukan pada saat sang ayah masih hidup.<~--, bahkan menurut cerita masa lalu sang ayah di asingkan oleh anaknya pengganti putera mahkota yang wafat ke Keraton di luar keraton Yogyakarta.-->

Hamengkubuwono VII dengan besar hati mengikuti kemauan sang anak (di dalam istilah Jawa disebut mikul dhuwur mendem djero) yang secara politis telah menguasai kondisi didalam pemerintahan kerajaan. Setelah turun tahta, Hamengkubuwono VII pernah mengatakan "Tidak pernah ada Raja yang mati di keraton setelah saya" yang artinya masih dipertanyakan. (Sampai saat ini ada 2 raja setelah beliau yang meninggal di luar keraton: Hamengkubuwono VIII meninggal dunia di tengah perjalanan di luar kota dan Hamengkubuwono IX meninggal di Amerika Serikat). Bagi masyarakat Jawa adalah merupakan suatu kebanggaan jika seseorang meninggal di rumahnya sendiri. Beliau meninggal di Keraton pada tanggal 30 Desember 1931 dan dimakamkan di Imogiri.

Versi sejarah lain menyatakan bahwa Hamengkubuwono VII meminta pensiun kepada Belanda dan madeg pandito (harfiah: menjadi pendeta/pertapa) di pesanggrahan Ngambarukmo (sekarang Ambarukmo). Sampai saat ini 2007 awal bekas pesanggrahan itu masih ada dan di sebelah timurnya dulu pernah berdiri Hotel Ambarukmo yang sekarang sudah tidak ada lagi.

[sunting] Silsilah

  • Anak tertua dari Sultan Hamengkubuwana VI dan istri pertamanya RAy Sepuh/GKR Sultan/GKR Agung dan diangkat anak oleh Ratu Kencana.
  • Memiliki delapan belas istri:
  1. BRA Sukina/BRA Mangku Bumi (b. 1836), putri termuda Sultan Hamengkubuwana V dengan istri keduanya BRAy Dewaningsih.
  2. GKR Mas, putri dari KRT Jayadipura atau dari Pangeran Suryadiningrat.
  3. GKR Kencana/GKR Wandhani, putri dari Raden 'Ali Basa 'Abdu'l-Mustafa Senthot Prawiradirja.
  4. GKR Kencana II/BRAy Ratna Sri Wulan, putri dari BPH Adi Negara.
  5. BRAy Ratnaningsi.
  6. BRAy Ratnaningdia.
  7. BRAy Ratna Adi.
  8. BRAy Ratnasangdia.
  9. BRAy Ratnajiwata.
  10. BRAy Puryaningdia.
  11. BRAy Devaratna.
  12. BRAy Puspitaningdiya.
  13. BRAy Srengkara Adinindia.
  14. BRAy Rukmidiningdia.
  15. BRAy Ratna Adiningrum.
  16. BRAy Ratna Puspita.
  17. BRAy Tejaningrum.
  18. BRAy Ratna Mandaya, putri dari Patih Dhanuraja VI.
  • Memiliki 31 putra
  • Memiliki 38 putri

[sunting] Lihat pula

[sunting] Pranala Luar

Didahului oleh:
Hamengkubuwono VI
Raja Kesultanan Yogyakarta
1877-1921
Digantikan oleh:
Hamengkubuwono VIII