Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Lambang Ngayogyakarta Hadiningrat
Lambang Ngayogyakarta Hadiningrat

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47. Secara resmi pada tahun 1950, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (dan Kadipaten Paku Alaman) menjadi bagian dari Indonesia, yaitu sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.

Daftar isi

[sunting] Perjanjian Giyanti

Artikel utama: Perjanjian Giyanti

Dengan ditanda-tanganinya Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755) antara Pangeran Mangkubumi dan Kompeni di bawah Gubernur-Jendral Jacob Mossel, maka Kesultanan Mataram dibagi dua. Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan yang berkuasa atas setengah daerah pedalaman Kesultanan Mataram. Sementara itu Kasunanan Surakarta tetap berkuasa atas setengah daerah pedalaman lainnya, dan daerah pesisir diserahkan kepada Kompeni.

Sultan Hamengkubuwono kemudian segera membuat keraton dengan melakukan babat alas atau membuka daerah baru; yaitu di Hutan Beringin yang terletak antara aliran sungai Winongo dan sungai Code. Keraton tersebut dinamakan Ngayogyakarta Hadiningrat dan berhasil diselesaikan pada tanggal 7 Oktober 1756. Selanjutnya secara turun-temurun para keturunannya memerintah kesultanan di sana.

Pembagian Mataram pada tahun 1757
Pembagian Mataram pada tahun 1757

[sunting] Negaragung

Daerah-daerah Negaragung yang menjadi kekuasaan Kasultanan adalah:

  • Bagelen
  • Bumigede
  • Kedu
  • Mataram (Yogyakarta)
  • Pojong
  • Sukowati

[sunting] Mancanegara

Daerah-daerah Mancanegara yang menjadi kekuasaan Kasultanan adalah:

  • Bojonegoro
  • Cirebon
  • Grobogan
  • Kalangbret
  • Kartosuro
  • Kuwu
  • Madiun
  • Magetan
  • Mojokerto
  • Ngawen
  • Pacitan (separuh)
  • Sela
  • Tulungagung
  • Wonosari

[sunting] Masa kemerdekaan

Hamengku Buwono IX
Hamengku Buwono IX

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengirim kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII kemudian menjadi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dan bertanggung-jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.

Pada tahun 1950 secara resmi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat ini, bersama-sama dengan Kadipaten Paku Alaman menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah daerah propinsi bagian Indonesia. Dengan demikian status Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai sebuah negara (State) berakhir dan menjelma menjadi pemerintahan propinsi. Sedangkan institusi istana kemudian dipisahkan dari "negara" dan diteruskan oleh Keraton Kasultanan Yogyakarta. Keraton Kasultanan Yogyakarta sekarang ini terletak di pusat Kota Yogyakarta.

[sunting] Keraton

Istana atau keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dirancang sendiri oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I saat mendirikan Kasultanan. Keahliannya dalam bidang arsitektur antara lain dihargai oleh Dr. Pigeund dan Dr. Adam, yaitu para peneliti berkebangsaan Belanda. Bagian-bagian keraton dari utara ke selatan adalah:

Paviliun utama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Paviliun utama Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Pintu Gerbang Donopratopo, Kraton Yogyakarta.
Pintu Gerbang Donopratopo, Kraton Yogyakarta.
  • Gapura Gladag (sudah tidak ada)
  • Gapura Pangurakan nJawi (luar)
  • Gapura Pangurakan Lebet (dalam)
  • Alun-alun Utara
  • Kompleks Pagelaran
  • Kompleks Siti Hinggil
  • Gerbang Brojonolo
  • Kompleks Kamandhungan Lor (utara)
  • Gerbang Sri Manganti
  • Kompleks Sri Manganti
  • Gerbang Donopratopo
  • Kompleks Kedhaton (kediaman resmi dan pusat istana)
  • Gerbang Kamagangan
  • Kompleks Kamagangan
  • Gerbang Gadhung Melati
  • Kompleks Kamandhungan Kidul (selatan)
  • Gerbang Kamandhungan
  • Sapit Urang (pamengkang)
  • Kompleks Siti Hinggil Kidul (selatan), sekarang disebut Sasana Hinggil
  • Alun-alun Selatan
  • Gerbang Besar Nirbaya, biasa disebut Plengkung Gadhing

Selain itu, di sekeliling Keraton dan di dalamnya terdapat sistem pertahanan yang terdiri dari tembok atau dinding.

Keraton Yogyakarta Ngayogyakarta Hadiningrat selain merupakan kediaman resmi Sultan, saat ini juga berfungsi sebagai salah satu cagar budaya masyarakat Jawa. Sebagai pusat budaya, keraton sering melaksanakan kegiatan-kegiatan budaya dan merupakan salah satu tujuan pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta, yang sering didatangi para wisatawan dalam dan luar negeri.

[sunting] Urutan peristiwa

  • 1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
  • 1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena rumahnya di utara pasar).
Kasultanan pada tahun 1830 (berwarna hijau dan berada di sebelah selatan)
Kasultanan pada tahun 1830 (berwarna hijau dan berada di sebelah selatan)
  • 1613 - Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang, bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman" dan juga terkenal dengan sebutan "Prabu Pandita Hanyakrakusuma".
  • 1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang dimanfaatkan oleh VOC.
  • 1950 - Secara resmi Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat bersama-sama Kadipaten Paku Alaman menjadi Daerah Istimewa Yogyakarta, propinsi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.

[sunting] Lihat pula

[sunting] Pranala luar

Bahasa lain