Karna

Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Karna
Pada perang Bharatayuddha, karena kutukan yang ditimpa padanya, kereta Karna terperosok sehingga ia lalai dan terbunuh oleh Arjuna
Pada perang Bharatayuddha, karena kutukan yang ditimpa padanya, kereta Karna terperosok sehingga ia lalai dan terbunuh oleh Arjuna
Devanagari: कर्ण
Ejaan Sansekerta: Karṇa
Nama lain: Karnan; Radheya;
Aradhea
Asal: Kerajaan Kuru
Senjata: Panah Kunta

Karna (Sansekerta:कर्ण karṇa) (juga dikenal dengan Karnan dan Radheya) adalah salah satu tokoh dari wiracarita Mahabharata yang terkenal. Ia sebenarnya adalah masih saudara satu ibu dengan tiga Pandawa, yaitu Yudistira, Werkodara dan Arjuna (Nakula dan Sadewa bukan saudara langsung Karna, melainkan saudara sepupunya).

Daftar isi

[sunting] Kelahiran

Karna merupakan putera dari Kunti, ibu para Pandawa, dan ayahnya adalah Dewa Surya. Dalam Mahabharata diceritakan bahwa pada masa mudanya, Kunti diberi suatu anugerah oleh Resi Durwasa, agar mampu memanggil para Dewa dan memohon anugerah darinya. Setelah menerima anugerah tersebut, Kunti mencoba memanggil Dewa Surya. Dewa Surya pun datang ke hadapan Kunti dan menanyakan apa keinginannya. Dewi Kunti berkata bahwa ia hanya mencoba anugerah yang diberikan kepadanya, dan ia meminta agar Sang Dewa kembali ke tempat beliau. Kemudian Dewa Surya memberikan Kunti seorang putera agar beliau tidak sia-sia datang ke bumi. Setelah itu, Sang Dewa kembali ke asalnya. Karena tidak ingin memiliki putera sebelum menikah, Kunti memasukkan putera tersebut ke dalam keranjang dan menghanyutkannya ke sungai Aswa. Putera tersebut dipungut oleh seorang kusir di keraton Hastinapura bernama Adirata. Sejak saat itu, Karna menjadi putera Adirata dan Radha, yang sebenarnya merupakan orangtua tirinya. Karena diasuh di keluarga yang berkasta rendah, Karna pun sering mendapat diskriminasi.

[sunting] Kepribadian

Karna memiliki kemahiran dalam ilmu memanah yang hampir setara dengan Arjuna. ia mahir berperang, namun bakatnya terperangkap dalam status sosial yang rendah. Hal itu membuatnya haus akan status yang memberikannya identitas. Meskipun Karna diasuh dalam keluarga yang berkasta rendah, ia memiliki sikap seorang ksatria, meskipun jarang yang mengakuinya. Ia memiliki hubungan persahabatan yang erat dengan Duryodana, yang telah mengangkatnya menjadi raja di Kerajaan Anga, sekaligus menaikkan statusnya. Atas perlakuan baik yang dilakukan Duryodana terhadap dirinya, Karna berjanji bahwa ia akan selalu berada di pihak Duryodana. Kebencian Karna terhadap Arjuna bertemu dalam satu jalan dengan kebencian Duryodana terhadap para Pandawa.

Karna memiliki persaingan yang sangat hebat dengan Arjuna, dan berambisi bahwa ia akan membunuh Arjuna saja saat Bharatayuddha, bukan Pandawa yang lain. Sebelum Bharatayuddha, Kunti datang ke hadapan Karna dan mengatakan bahwa ia sebenarnya ibunya. Kunti menyuruh Karna agar memihak Pandawa. Karna mengatakan bahwa ia hanya mengakui Radha sebagai ibunya dan tetap memihak Korawa. Karna juga mengatakan, bahwa ia hanya mau membunuh Arjuna, bukan Pandawa yang lain.

[sunting] Penolakan Dropadi

Pada saat Karna sudah cukup dewasa, ia mengikuti sebuah sayembara di Kerajaan Panchala. Sayembara tersebut memperebutkan puteri Dropadi. Para Pandawa turut serta dalam sayembara tersebut, namun mereka menyamar dengan pakaian kaum brahmana. Sebuah ikan dari kayu dipasang pada sebuah cakram berputar di atas arena, di bawahnya terdapat kolam yang memantulkan bayangan ikan tersebut. Para hadirin yang mengikuti sayembara harus menembak mata ikan yang berputar tersebut hanya dengan melihat pantulannya di bawah kolam.

Banyak ksatria yang gagal melakukannya, hingga Karna tampil ke muka. Ia memusatkan pikirannya pada bayangan ikan tersebut dan mengarahkan panahnya ke atas, namun pandangannya ke bawah, tertuju pada bayangan ikan yang terpantul pada air kolam. Kemudian Karna melepaskan panahnya dan menembus mata ikan tersebut. Sesuai dengan aturan, Karna berhasil memenangkan sayembara tersebut dan Dropadi berhak menjadi istrinya. Namun Dropadi menolak hasil sayembara tersebut, karena ia tidak mau menikah dengan Karna yang seorang anak kusir. Mendengar hal itu, Karna menjadi sakit hati dan menerima keputusan tersebut, namun dalam hatinya ia sangat marah.

[sunting] Berguru pada Parasurama

Sebelum perang Bharatayuddha berlangsung, Karna berguru kepada Parasurama. Parasurama adalah seorang Brāhmana-Kshatriya yang sudah sangat berpengalaman dalam ilmu peperangan, dan sudah berumur panjang, dari zaman Treta Yuga (zaman Ramayana) sampai zaman Dwapara Yuga (zaman Mahabharata). Parasurama memiliki pengalaman yang buruk pada saat menerima murid dari kasta ksatria, dan sejak itu ia enggan untuk mengajar para ksatria. Karna yang sebenarnya seorang ksatria, menyamar sebagai seorang brahmana agar mendapat pendidikan dari Parasurama.

Pada suatu hari, saat Parasurama ingin beristirahat, Karna melayaninya dengan membiarkan sang guru tertidur di pahanya. Ketika Parasurama sedang tertidur, datanglah seekor laba-laba menggigit kaki Karna. Karna tidak ingin membiarkan gurunya terbangun, maka ia biarkan laba-laba tersebut mengigit kakinya. Darah segar mengucur dari kaki Karna, namun ia tidak bergeming. Saat Parasurama terbangun, ia terkejut karena melihat kaki Karna mengeluarkan banyak darah. Ia kemudian bertanya pada Karna, kenapa ia tidak mengusir laba-laba tersebut dan membiarkan serangga itu mengigit kakinya. Karna menjawab, bahwa ia tidak ingin membiarkan gurunya terbangun. Parasurama berkata, "Kekuatan seperti itu hanya dimiliki oleh kaum ksatria, dan bukan seorang brahmana. Engkau telah berbohong kepadaku dengan menyamar sebagai anak brahmana. Aku mengutukmu agar kelak segala ilmu yang kuberikan kepadamu tidak akan berguna saat kau sangat membutuhkannya".

[sunting] Peran Karna dalam Bharatayuddha

Kresna mengetahui bahwa Karna adalah Pandawa sulung, namun lain ayah. Dan semua tahu bahwa Karna-lah pemilik Panah Kunta. Kresna sempat ingin membuat Karna memihak Pandawa pada Bharatayuddha mendatang dan ia mengatur sebuah pertemuan rahasia antara Karna dan ibunya Kunti. Karna pun memelas setelah ia melihat ibunya menangis namun ia menganjurkan ibunya untuk tetap tegar karena ia melakukan kewajiban bela negara ia juga memberi tahu ibunya bahwa selain dia berkorban demi negara ia juga akan menyelamatkan para Pandawa lima karena ia tidak akan menggunakan panah Kunta untuk membunuh Arjuna dan saat ia berperang dengan Arjuna dia memastikan bahwa Arjuna tidak tahu bahwa Karna adalah kakaknya sendiri sehingga tidak segan membunuhnya.

Pada perang Bharatayuddha, ia membunuh Gatotkaca dan hampir membunuh Arjuna. Tetapi Arjuna menang bertanding dan Karna pun gugur. Baru setelah Karna gugur, para Pandawa mengetahui asal usulnya dan mereka sangat terpukul oleh hal ini.

[sunting] Karna dalam pewayangan Jawa

Karna dalam pewayangan Jawa memiliki beberapa perbedaan dengan kisah aslinya dari kitab Mahabharata yang berasal dari Tanah Hindu, yaitu India, dan berbahasa Sansekerta. Beberapa perbedaan tersebut meliputi nama tokoh, lokasi, dan kejadian. Namun perbedaan tersebut tidak terlalu besar sebab inti ceritanya sama.

[sunting] Kelahiran

Ibu dari Karna dan Panca Pandawa yaitu Kunti, pernah mencoba sebuah aji pada masa kecilnya untuk memanggil seorang Dewa. Yang dipanggilnya adalah Dewa Matahari dan beliau membuatnya hamil. Putranya akan keluar dari telinga untuk menjaga keperawanan Kunti, maka dinamakannya Karna. Nama-nama Karna lainnya berhubungan dengan statusnya sebagai putra Dewa Matahari, yaitu Arkasuta, Suryatmaja dan lain sebagainya.

Oleh ibunya, Karna dihanyutkan di sungai sampai ia ditemukan oleh seorang Prabu Radeya dan diangkat anak, sayangnya kerajaan Prabu Radeya tunduk kepada Hastinapura dan ia dibesarkan oleh seorang sais prabu Dretarastra, yang bernama Nandana atau Adirata. Oleh Adirata, Karna kemudian diberi nama Aradea. Nama itu digunakan Karna sampai dewasa, hingga ia mengetahui identitas diri yang sesungguhnya.

Meskipun Karna masih saudara seibu dengan Yudistira, Werkodara, dan Arjuna, tetapi para Pandawa tidak mengetahuinya sampai ia gugur di perang Bharatayuddha. Sehingga mereka suka menghinanya.

[sunting] Kemahiran Karna

Adipati Karna dalam versi pewayangan Jawa
Adipati Karna dalam versi pewayangan Jawa

Karna sangat mahir menggunakan senjata panah. Kesaktiannya setara dengan Arjuna. Mempunyai senjata andalan bernama Kunta. Suatu ketika, ketika terjadi uji tanding antara Korawa dengan Pandawa sebagi murid-murid Drona, Karna berhasil menandingi kesaktian Arjuna. Namun karena Karna bukan raja atau anak raja maka beliau diusir dari arena. Karena mengetahui kesaktiannya, maka Duryodana, ketua para Korawa mengangkatnya menjadi Raja Awangga. Sejak itu Karna bersumpah setia kepada Duryodana.

Senjata andalannya, panah Kunta adalah pemberian batara Narada karena beliau mengira bahwa Karna adalah Arjuna karena kemiripannya. Panah tersebut adalah senjata yang paling ampuh, bahkan melebihi Cakra Prabu Kresna dan panah Pasupati Arjuna, namun untungnya hanya sekali pakai. Sarung dari panah tersebut yang masih disimpan Batara Narada kemudian dititpkan ke Bima untuk diberikan ke Arjuna adalah saat para pandawa mengetahui bahwa Batara Narada salah alamat. Sarung dari Kunta tersebut kemudian dipakai untuk memutus tali pusar bayi Tetuka alias Gatotkaca.

[sunting] Kesaktian Karna

Karna dilahirkan memakai anting-anting dan baju kebal pemberian ayahnya (Batara Surya). Kunti, ibunya, mengenal dirinya saat adu ketrampilan murid-murid Dorna karena melihat anting-anting tersebut. Selama memakai kedua benda ini Karna tidak akan mati oleh senjata apapun. Hal ini diketahui oleh Batara Indra yang sangat menyayangi Arjuna. Oleh karena itu beliau meminta benda tersebut dengan menyamar sebagai seorang pengemis. Batara Surya mendahuluinya dengan menemui Karna terlebih dulu dan memperingatkan Karna. Tapi Karna menganggap mati dalam perang tanding lebih terhormat daripada panjang umur. Batara Surya kemudian menyarankan Karna untuk meminta senjata ampuh sebagai kompensasi atas kedua benda tersebut. Hal ini disanggupi Karna. Ketika pengemis itu datang, Karna langsung mengenalinya dan memberi hormat dan pengemis itu berubah kembali menjadi Batara Indra. Sebagai kompensasi, Batara Indra memberi senjata Kunta kepada Karna.

[sunting] Lihat pula


Wiracarita Mahabharata oleh Krishna Dwaipayana Vyasa
Para tokoh
Dinasti Kuru Tokoh lain
Santanu | Gangga | Bisma | Satyawati | Chitrāngada | Wicitrawirya | Ambika | Ambalika | Widura | Dretarastra | Gandari | Sangkuni | Subadra | Pandu | Kunti | Madri | Yudistira | Bima | Arjuna | Nakula | Sahadewa | Duryodana | Dursasana | Yuyutsu | Dursala | Drupadi | Hidimbi | Gatotkaca | Ahilawati | Utara | Ulupi | Chitrāngadā Amba | Barbarika | Babruwahana | Irawan | Abimanyu | Parikesit | Wirata | Kichak | Kripa | Drona | Aswatama | Ekalawya | Kretawarma | Jarasanda | Satyaki | Mayasura | Durwasa | Sanjaya | Janamejaya | Resi Byasa | Karna | Jayadrata | Kresna | Baladewa | Drupada | Hidimba | Drestadyumna | Burisrawa | Salya | Adirata | Srikandi | Radha
Topik terkait
Panca Pandawa | Seratus Kurawa | Hastinapura | Indraprastha | Kerajaan dalam Mahabharata | Perang di Kurukshetra | Bhagawad Gita |

Upacara Rajasuya | Kerajaan Kuru | Silsilah Pandawa dan Korawa